Tugas 4 (Gambar realitas masyarakat indonesia yang beragam)
Penolakan kenaikan harga BBM di masyarakat merupakan contoh realitas keberagaman masyarakat indonesia. Karena meskipun mereka berbeda-berbeda, akan tetapi mereka menunjukan persatuan demi mecapai tujuan bersama, yaitu penolakan terhadap kenaikan harga BBM.
Sebaik-baik teman, jika engkau tidak membutuhkannya, dia akan bertambah dalam kecintaannya kepadamu, dan jika engkau membutuhkannya, dia tidak akan berkurang sedikitpun kecintaannya kepadamu
Selasa, 30 Oktober 2012
BIOGRAFI DAN KISAH AUGUSTE COMTE
Sekilas Tokoh
AUGUSTE COMTE (BIOGRAFI DAN KISAH)
Riwayat
Hidup
Auguste
Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama
khatolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole
Polytechnique di Prancis, namun tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena
banyak ketidakpuasan didalam dirinya, dan sekaligus ia adalah mahasiswa yang
keras kepala dan suka memberontak.
Comte
akhirnya memulai karir profesionalnya dengan memberi les privat bidang
matematika. Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh
dengan suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon yang mempekerjakan Comte
sebagai sekretarisnya.
Kehidupan
ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidupa dalam kemiskinan karena ia
tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana
pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.
Pada tahun
1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive
Philosophy dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah
System of Positive Politics yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan
hatinya Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di
karya besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya
agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam
mencapai suatu masyarakat positifis.
Comte hidup
pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan
yang tersu berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti pentingnya
Keteraturan Sosial.
Pada tahun
1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun demikian
namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran serta
gagasannya.
Konteks
Sosial dan Lingkungan Intelektual
Untuk
memahami pemikiran Auguste Comte, kita harus mengkaitkan dia dengan faktor
lingkungan kebudayaan dan lingkungan intelektual Perancis. Comte hidup pada
masa revolusi Perancis yang telah menimbulkan perubahan yang sangat besar pada
semua aspek kehidupan masyarakat Perancis. Revolusi ini telah melahirkan dua
sikap yang saling berlawanan yaitu sikap optimis akan masa depan yang lebih
baik dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebaliknya sikap
konservatif atau skeptis terhadap perubahan yang menimbulkan anarki dan sikap
individualis.
Lingkungan
intelektual Perancis diwarnai oleh dua kelompok intelektual yaitu para peminat
filsafat sejarah yang memberi bentuk pada gagasan tentang kemajuan dan para
penulis yang lebih berminat kepada masalah-masalah penataan masyarakat. Para
peminat filsafat sejarah menaruh perhatian besar pada pertanyaan-pertanyaan
mengenai apakah sejarah memiliki tujuan, apakah dalam proses historis
diungkapkan suatu rencana yang dapat diketahui berkat wahyu atau akal pikiran
manusia, apakah sejarah memiliki makna atau hanyalah merupakan serangkaian
kejadian yang kebetulan. Beberapa tokoh dapat disebut dari Fontenelle, Abbe de
St Pierre, Bossuet, Voltaire, Turgot, dan Condorcet. Para peminat
masalah-masalah penataan masyarakat menaruh perhatian pada masalah integrasi
dan ketidaksamaan. Tokoh-tokohnya antara lain Montesquieu, Rousseau, De Bonald.
Dua tokoh
filusuf sejarah yang mempengaruhi Comte adalah turgot dan Condorcet. Turgot
merumuskan dua hukum yang berkaitan dengan kemajuan. Yang pertama berisi dalil
bahwa setiap langkah berarti percepatan. Yang kedua adalah hukum tiga tahap
perkembangan intelektual, pertama, orang pertama menemukan sebab-sebab adanya
gejala-gejala dijelaskan dalam kegiatan mahluk-mahluk rohaniah, kedua,
gejala-gejala dijelaskan dengan bantuan abstraksi dan pada tahap ketiga orang
menggunakan matematika dan eksperimen. Menurut Condorcet, Studi sejarah
mempunyai dua tujua, pertama, adanya keyakinan bahwa sejarah dapat diramalkan
asal saja hukum-hukumnya dapat diketahui (yang diperlukan adalah Newton-nya
Sejarah). Tujuan kedau adalah untuk menggantikan harapan masa depan yang
ditentukan oleh wahyu dengan harapan masa depan yang bersifat sekuler. Menurut
Condorcet ada tiga tahap perkembangan manusia yaitu membongkar perbedaan antar
negara, perkembangan persamaan negara, dan ketiga kemajuan manusia
sesungguhnya. Dan Condorcet juga mengemukakan bahwa belajar sejarah itu dapat
melalui, pengalaman masa lalu, pengamatan pada kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan
peradaban manusia, da menganalisa kemajuan pemahaman manusia terhadap alamnya.
Dan penulis
yang meminati masalah penataan masyarakat, Comte dipengaruhi oleh de Bonald,
dimana ia mempunyai pandangan skeptis dalam memandang dampak yang ditimbulkan
revolusi Perancis. Baginya revolusi nii hanya menghasilkan keadaan masyarakat
yang anarkis dan individualis. De Bonald memakai pendekatan organis dalam
melihat kesatuan masyarakat yang dipimpin oleh sekelompok orang yang diterangi
semangat Gereja. Individu harus tunduk pada masyarakat.
Comte dan Positivisme
Comte adalah
tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa
masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris
dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran
ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis
dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri
filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi
guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang
harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses
perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3
tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap
metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat
industri.
Comte
menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie
Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari
semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu
tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam
hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan
organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika
adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi Comte
untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang
kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1. Metode
ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode
ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3. Metode
ini berusaha ke arah kepastian
4. Metode
ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif
juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen
dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu
alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk
mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
Hukum Tiga Tahap Auguste Comte
Comte
termasuk pemikir yang digolongkan dalam Positivisme yang memegang teguh bahwa
strategi pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat dilakukan
berdasarkan hukum alam. Masyarakat positivus percaya bahwa hukum-hukum alam
yang mengendalikan manusia dan gejala sosial da[at digunakan sebagai dasar
untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan
institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu.
Comte juga
melihat bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organisk yang kenyataannya
lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung. Dan untuk
mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode penelitian empiris, yang
dapat meyakinkan kita bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti
halnya gejala fisik.
Untuk itu
Comte mengajukan 3 metode penelitian empiris yang biasa juga digunakan oleh
bidang-bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan, dimana dalam metode ini
[eneliti mengadakan suatu pengamatan fakta dan mencatatnya dan tentunya tidak
semua fakta dicatat, hanya yang dianggap penting saja. Metode kedua yaitu
Eksperimen, metode ini bisa dilakukans ecara terlibat atau pun tidak dan metode
ini memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu Perbandingan, tentunya
metode ini memperbandingkan satu keadaan dengan keadaan yang lainnya.
Dengan
menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan
masyarakat yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu, pertama, Tahap
Teologis, merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam
periode ini dibagi lagi ke dalam 3 subperiode, yaitu Fetisisme, yaitu bentuk
pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa
semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Politheisme, muncul
adanya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau
gejala alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang
tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
Kedua, Tahap
Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis ke tahap positif.
Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang
dapat ditemukan dalam akal budi. Ketiga, Tahap Positif ditandai oleh
kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi
sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini
menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus
terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika
yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan
manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas.
Comte mengatakan
bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus yang
mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu
kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau
masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap perkembangan diatas apabila
seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan kesepakatan yang
ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang mengarahkan
masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial.
Pada tahap
teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap metafisik
kekuatan negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/ kebangsaan) menjadi
suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positif muncul keteraturan sosial
ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana yang dipentingkan disini
adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte mengusulkan adanya Agama
Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan sosial dalam masyarakat positif
ini).
Langganan:
Postingan (Atom)